Powered By Blogger

Kamis, 10 Desember 2009

hak asasi manusia

Pelangaraan hak asasi manusia (HAM)
Perkembangan baru mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia adalah disusunnya Undang-Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dan sekaligus pendirian KOMNAS HAM serta dimasukkannya masalah HAM dalam UUD 45 yang telah diamandemen. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disahkan pada tanggal 23 September 1999, dan mulai diberlakukan 23 September 1999, pada masa pemerintahan BJ Habibie. UU ini juga memerintahkan pendirian Komnas HAM. Tujuan Komnas HAM adalah
(a) mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan
(b) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai lembaga, Komnas HAM lembaga mandiri, kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Dalam UUD 45 yang belum diamandemen dan UUD 45 yang sudah diamandemen, masalah HAM (Hak Asasi Manusia) dalam UUD 45 dan dalam UUD 45 yang telah diamandemen ada perbedaan istilah. Dalam UUD 45 yang belum diamandemen, tidak dikenal istilah HAM (Hak Asasi Manusia), tetapi warga negara. Sedangkan dalam UUD 45 yang telah diamandemen selain dikenal istilah warga negara dan juga istilah hak individu. Penggunaan kedua istilah ini dalam UUD 45 yang sudah diamandemen memberikan kesan bahwa dalam UUD 45 yang belum di amandemen, tidak dihargai hak-hak individu.
Mungkin karena hal inilah yang membuat banyaknya terjadi pelanggaran HAM sebelum UUD 45 di amandemenkan. Data-Data Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru
1. Tahun Kasus 1965 - Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat. - Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini. 1966 - Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara. –
2. 1969 - Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana . - Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan. - Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.
3. 1970 - Pelarangan demo mahasiswa. - Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar. - Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru. - Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
4. 1974 - Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh. - Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis. 1975 - Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur. - Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius. 1977 - Tuduhan subversi terhadap Suwito. –
5. 1983 - Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum. - Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI. 1984 - Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia. - Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi. – Tuduhan subversi terhadap Dharsono. - Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur 1985 – Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa. 1986 - Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit. - Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta . - Kasus subversi terhadap Sanusi. - Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
6. 1991 - Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal. 1992 - Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto. – Penangkapan Xanana Gusmao.
7. 1993 - Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993
8. 1994 - Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie. 1995 - Kasus Tanah Koja. - Kerusuhan di Flores. 1996 – Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26
9. 15 Mei 1998. - Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
10. 1999 - Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 1999.
.
Walaupun UUD 45 telah di amandemen dan membahas masalah HAM lebih serius tetap saja banyak terjadi pelanggaran HAM sampai saat ini, diantaranya beberapa kasus yang menghebohkan dari media yaitu kasus Manohara, pembunuhan Nasruddin, pengeboman oleh para teroris, kasus Prita Mulyasari dan lainnya yang tidak Nampak oleh media .

Adapun yang saya angkat dari kasus pelanggaran HAM karena Saya mencermati kasus pemenjaraan Prita Mulyasari baik pemberitaan, opini maupun dialog seputar isu ini yang banyak dibicarakan masyarakat sekarang yaitu kasus Prita Vs RS.OMNI Internasional.

Prita vs Rs.Omni
Mendengar kasus yang dialami Prita Mulyasari, banyak orang terhenyak. Gara-gara mengeluhkan pelayanan buruk dari Rumah Sakit Omni Internasional, ibu dua anak ini sampai ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang. Hanya karena email curhat, jadi berurusan dengan polisi dan berakhir di penjara. Situasi yang pasti tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Kasus ini bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di Rumah Sakit (RS) Omni Medical Care Internasional pada 7 Agustus 2008. Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit (RS) Omni Medical Care International dan juga dokter yang merawatnya. Akibat permintaan rekam medis dan keluhan yang tidak ditanggapi dengan baik, Prita Mulyasari akhirnya menuliskan pengalamannya melalui surat elektronik atau email kemudian mengirimkan email tersebut kepada teman-teman dekat Prita, namun belakangan email ini terus menyebar keberbagai milis. Sehingga pihak Rumah Sakit (RS)Omni Medical Care Internasional menganggap prita mulyasari telah merusak citra dan nama baik Rumah Sakit (RS) Omni Medical Care Internasional. Tak dinyana, tulisan Prita Mulyasari menyebar ke berbagai milis. Pihak RS Omni telah menjawab tulisan Prita lewat milis dan memasang iklan di media cetak. Tak cukup itu, RS itu juga memperkarakan Prita ke pengadilan. Prita Mulyasari dijerat dengan UU Informasi dan Traksaksi Elektronik (ITE) dengan hukuman maksimal 6 tahun atau denda Rp 1 miliar.
Sebetulnya kedua pihak yang berseteru ini sama-sama benarnya. RS Omni benar karena berhak menuntut Ibu Prita yang dianggap mencemarkan nama baik, namun Ibu Prita juga berhak untuk menuntut RS Omni dikarenakan dianggap melakukan Mal Praktek terhadap dirinya dan tidak dilayani dengan Baik sebagai orang yang sedang mengalami musibah sakit. Sesungguhnya masalah ini tidak harus jadi masalah yang berkepanjangan jika RS Omni mau berbesar hati dan mengajak Ibu Prita untuk berdamai, bukan melakukan gugatan di pengadilan sehingga menyebabkan Ibu Prita di penjara yang mendatangkan ratusan ribu dukungan dari orang-orang yang bersimpati terhadap Ibu Prita dan membuat nama RS Omni menjadi amat buruk.
Kasus sengketa RS OMNI Internasional vs Prita Mulyasari menarik perhatian masyarakat luas. Kasus ini menarik karena kebebasan berpendapat yang selama ini dirasakan oleh masyarakat luas melalui surat pembaca di media cetak dan media online, ternyata bisa dijerat dengan aturan hukum.Dalam UUD 45 kita membahas tentang kebebasan berpendapat yaitu pada
Pasal 28E (3) ” Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.**)”
Pasal 28F ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)”
Ada dua hal yang dilanggar oleh oknum penegak hukum dan oknum operator pelayanan sosial. Pertama, Prita mengalami diskriminasi ketika menjalani pemeriksaan kesehatan (pelayanan sosial). Kedua, Prita juga mengalami deskriminasi dalam hal sistem hukum. Sedang” Jika hak berekspresi benar-benar dijamin, pertanyaannya mengapa Prita bisa diajukan ke pengadilan. Dari ulasan pendek ini bisa dilihat bahwa ada kemungkinan telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus OMNI vs Prita.
Dengan demikian kasus ini telah mengancam hak konsumen juga karena orang jadi khawatir dan takut untuk mengeluarkan pendapat dan opininya. Padahal sebagai konsumen, tentunya kita juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Apabila ada yang dirasa kurang, bisa komplain ke penjual atau penyedia jasa Masih bolehkah kita sebagai konsumen mengajukan komplain bila mendapatkan pelayanan atau produk yang buruk Karena Negara menjamin kebebasan warga negaranya untuk mengeluarkan pendapat serta adanya Menurut UU Perlindungan Konsumen, setiap konsumen punya hak untuk didengar pendapat dan keluhannya. Tidak diatur mengenai saluran atau media dalam penyampaian keluhan itu dan tidak ada kewajiban menyampaikan langsung kepada pelaku usaha. Dengan demikian, seharusnya konsumen boleh menyampaikan keluhannya dalam media apapun, termasuk melalui surat pembaca atau e-mail. .
Dengan adanya komplain ini bukannya dapat menyelesaikan masalah justru berujung dengan penahanan dan mendekam di penjara karena Pihak Omni sendiri telah menuintut Prita dengan kasus pencemaran nama baik. Sering kali kita melihat dalam banyak kasus, terdakwa bisa melaporkan balik sang pelapor dengan tuduhan mencemarkan nama baik. Padahal dalam kasus seperti ini, seharusnya hakim mengecek terlebih dahulu kebenaran dari pernyataan pelapor yang dianggap mencemarkan nama baik. Kalau memang yang pelapor tuduhkan itu benar adanya.
Adanya pertentangan antara hak mengeluarkan pendapat, hak konsumen dengan UU ITE didakwa dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) tentang pencemaran nama baik lewat dunia maya. UU ITE telah dijadikan kambing hitam untuk menjebloskan seseorang ke penjara dengan alasan pencemaran nama baik.
Komnas ham pun turun tangan menagani kasus ini Sedikitnya 4 orang perwakilan dari RS Omni International memenuhi panggilan Komnas HAM terkait kasus pencemaran nama baik yang didakwakan kepada Prita Mulyasari.Selain Omni International, Komnas HAM memanggil pihak Departemen Kesehatan dan RS International Bintaro untuk dimintai keterangan atas kasus serupa.
Menurut Koordinator Divisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Anggara, Prita Mulyasari dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang isinya, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasielektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.",
Penyampaian keluhan dari Prita terhadap pelayanan RS Omni Internasional seharusnya merupakan bagian dari kebebasan dalam berekspresi dan menyampaikan pendapat yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sosial dan politik, antara lain menetapkan hak orang untuk menyampaikan pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyampaikan pendapat (Pasal 19).
Jika OMNI mengintervensi Prita karena emailnya, maka OMNI diduga kuat telah melanggar kebebasan beropini dan berekspresi. Komisi HAM PBB mengatakan “Dihadapan negara: .... d) Memastikan bahwa setiap orang menggunakan haknya tanpa deskriminasi, terutama dalam ketenaga kerjaan, pembantu rumah tangga, sistem hukum, pelayanan sosial dan pendidikan, terutama kaum wanita.” (pasal 4 ayat d). Adanya Amnesti International pernah menganjurkan agar pemerintah Indonesia “Menjamin hak-hak seluruh warga negara dalam hal hak berekspresi dan beropini tanpa kekhawatiran diintimidasi atau ditangkap.
Menurut saya Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam kasus ini yaitu:
1) Cabut segala ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik karena sering disalahgunakan untuk membungkam hak kemerdekaan mengeluarkan pendapat.
2) Keluhan/curhat ibu Prita Mulyasari thd RS Omni tidak bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
3) Keluhan/curhat Ibu Prita Mulyasari dijamin oleh UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
4) RS Omni hendaknya memberikan HAK JAWAB, bukan melakukan tuntutan perdata dan pidana atas keluhan/curhat yg dimuat di suara pembaca dan di milis2.

5) dalam kasus ibu Prita kita tidak dapat hanya melihat dari sekedar isi surat (walaupun isi surat tersebut yang dipermasalahkan) … kita harus melihat latar belakang kenapa surat tersebut dibuat … entah itu mengenai permintaan (atas hak) seorang pasien, maupun karena diabaikannya hak tersebut oleh pihak terkait …
Semoga hal ini menjadi pelajaran bagi kita semua agar lebih berhati-hati dalam berkata-kata dalam mengeluarkan pendapat. Ingatlah bahwa penggunaan kata/kalimat yang salah dapat berdampak pada pencemaran nama baik. Menyalurkan aspirasi boleh-boleh saja, tapi tentunya juga ada batas-batas yang harus diperhatikan.
Walaupun UUD 45 dan konvensi PBB telah membahas masalah HAM tetapi tetap saja Banyak kasus pelanggran HAM di dunia. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk pencengah pelanggaran HAM yaitu:
1. Pendekatan Security yang terjadi di era orde baru dengan mengedepankan upaya represif menghasilkan stabilitas keamanan semu dan berpeluang besar menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh terulangkembali, untuk itu supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini terbukti tidak memuaskan masyarakat, bahkan berdampak terhadap timbulnya berbagai pelanggaran hakasasi manusia, untuk itu desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan, otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjutkan dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi.
3. Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan reformasi di bidang struktural,infromental, dan kultular mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah.
4. Perlu penyelesaian terhadap berbagai Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat dengan acara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.
5. Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama bagi semua hak asasi manusia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang lainnya, termasuk hak untuk hidup, persamaan, kebebasan dan keamanan pribadi, perlindungan yang sama menurut hukum, bebas dari diskriminasi, kondisi kerja yang adil. Untuk itu badan-badan penegak hukum tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap perempuan, lebih konsekuen dalam mematuhi Konvensi Perempuan sebagaimana yang telah diratifikasi dalam Undang undang No.7 Tahun 1984, mengartikan fungsi Komnas anti Kekerasan Terhadap Perempuan harus dibuat perundang-undangan yang memadai yang menjamin perlindungan hak asasi perempuan dengan mencantumkan sanksi yang memadai terhadap semua jenis pelanggarannya.
6. Anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan hak asasi manusia yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berintraksi di dalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai siksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, pemenjaraan atau penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim terakhir, perlakuan hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak harus mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana phisik dan psikologis yang memungkinkan anak berkembang secara normal dan baik, untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak, setiap pelanggaran terhadap aturan harus ditegakan secara profesional tanpa pandang bulu.
7. Supremasi hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang dari perbuatan melawan hukum, menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakan hukum.
8. Perlu adanya kontrol dari masyarakat (Social control) dan pengawasan dari lembaga politik terhadap upaya-upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.

Diharapkan dengan upaya ini kita dapat menjujung tinggi Hak Asasi Manusia dan peneggakkan hukum pun berjalan pada tempatnya. Adanya peneggakkannya hak Asasi Manusia inipun dapat memberi perlindungan yang dibentuk oleh aturan aturan hukum.
Tugas Kewarganegaraan
Hak Asasi Manusia (HAM)





hak asasi manusia

ASAS ASAS HUKUM

Asas asas hukum menurut hukum acara pidana:
1. Asas Akusatoir bukan Inkusatoir adalah pelaku sebagai subjek bukan objek
2. Asas Legalitas dan Oportunitas adalah sebagai pengecualian
3. Asas yang menyangkut peradilan
4. Asas yang menyangkut hak-hak asasi manusia.
5. Asas isonamia/ equality beforethe law yaitu: perlakuan yang sama atas atas diri setiap orang dimuka hokum dengan tidak membedakan perlakuan.
6. Asas penangkapan, penahanan, penggelehan, dan penyitaan hanya hanya dilakuakan berdasarkan perintah tertulisoleh uu dan hanya dalam hal dan dengan cara dan dengan cara yang diatur dalam UU
7. Asas presumpition of innosece (asas praduga tak bersalah) : Kepada seorang yang di tangkap, di tahan, dituntut atau pun diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang dan atau kekeliruan mengenai orang nya atau hokum yang ditetapkanwajib diberi ganti kerugian dan rehabiitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hokum yang dengan sengaja atau karena kelalainnya menyebabkan asas hokum ini dilangar dituntut, dipidana dikenakan sangsi administerasi.
8. Asas contente justitie serta fairtrial : Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya yang ringan serta bebas jujur tidak mimihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat pengadilan.
9. Asas tidak berlaku Surut, ditentukan dalam pasal 1 ayat 2 KUHP (pengecualian pasal 1 KUHP). Ketentuan pidana dalam undang-undang tidak boleh berlaku surut (strafrecht heeftgeen terugwerkende kracht). Seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru kemudian hari terhadap tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tdk dapat dipidana atas ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa.
Asas ini merupakan asas fundamental dalam negara hukum walaupun tidak dicantumkan dalam undang-undang dasar, sehingga pembentuk undang-undang tidak dengan gegabah menyimpang dari asa tersebut. Peraturan yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP dikecualikan oleh pasal 1 ayat (2) KUHP yang berbunyi : “Apabila ada perubahan peraturan perundangan sesudah perbuatan itu dilakukan, maka haruslah dipakai aturan yang ringan bagi tersangka.”
10. Asas larangan penggunaan analogi Larangan penggunaan analogi, yaitu untuk membuat perbuatan yang tidak tercantum secara tegas dalam undang-undang tetapi ada kemiripannya, dijadikan/dianggap sebagai tindak pidana/delik. Dapat pula analogi terjadi bilamana menganggap bahwa suatu peraturan hukum tertentu juga meliputi suatu hal yang nbanyak kemiripannya/kesamaannya yang telah diatur, padahal semula tidak demikian. Analogi biasanya terjadi dalam hal-hal ada sesuatu yang pada saat pembuatan suatu peraturan hukum sesuatu yang baru itu tidak terpikirkan/tidak mungkin dikenal oleh pembuat undang-undang padsa zaman ini.contoh, pencurian aliran listrik. Aliran listrik dianalogikan sebagai barang. Analogi berkaitan erat dengan masalah penafsiran / interpelasi. Hal ini analogi berdasarkan kenyataan bahwa suatu undang-undang tertulis dan bersifat statis masih perlu ditafsirkan dalam pemberlakuannya, terutama oleh hakim pada waktu menerapkannya. Tujuan menafsirkan adlah untuk mencari arti yang sebenarnya dari putusan kehendak para pembentuk undang-undang yang menuangkan kedalam rumusan-rumusan yang tertulis dalam undang-undang.
11. Asas Teritorialitas (pasal 2 KUHP) Yang paling pokok dalam asas ini dalam hubungannya dengan berlakunya undang-undang hukum pidana dapat pula yang diutamakan ialah batas-batas teritorial dimana undang-undang hukum pidana tersebut berlaku.tolak pangkal dari pemikiran untuk penerapan asas teritorial ialah bahwa diwilayah indonesia, hukum pidana indonesia mengikat bagi siapa saja(penduduk/bukan penduduk) . dasarnya ialah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib memelihara sendiri ketertiban hukum dalam wilayahnya.
12. Asas Personalitas (Nasional aktif) Dasar dari asas ini ialah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur sendiri warganya.
13. Asas perlindungan (Nasional Pasif)
Bertujuan melindungi kepentingan terhadap tindakan baik warga Negara sendiri maupun orang asing yang melakukan tindak pidana diluar wilayah Indonesia yang dilakukannya untuk menjatuhkan wibawa dan martabat Indonesia dan tidak melihat kewrganegaraan pelaku melainkan tindak pidana yang terjadi itu mengancam kepentingan nasional (Indonesia).


14. Asas Universalitas
Bertujuan melindungi kepentingan hubungan antar Negara tanpa melihat kewarganegaraan pelakunya. Yang diperhatikan adalah kepentingan Negara lain sebagai tempat dilakukan suatu tindak pidana tertentu.

Asas-asas hukum Tata Negara:
1. Asas pancasila : merupakan sumber hukum materil oleh karena itu setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengannya. Jika hal itu terjadi, peraturan itu harus segera dicabut.
2. Asas Negara hukum atau lebih dikenal rechsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutism sehingga sifatnya revolusioner. Salah satu asas pentingnya adalah asas legalitas.
3. Asas kedaulatan rakyat dan demokrasi : bahwa cita kehendak yang ingin dibangun harus didasarkan pada paham kedaulatan rakyat yang modern, tetapi tidak mengikuti jalan pikiran yang sudah berkembang sebelumnya kenegara-negara barat.
4. Asas Negara kesatuan : dalam Negara kesatuan tanggungjawab pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada ditangan pemerintah pusat. Negara kesatuan merupakan landasan batas dari isi pengertian otonomi dan dikembangkan berbagai peraturan yang mengatur mekanisme yang akan menjelmakan keseimbangan antara tuntutan kesatuan dan otonomi.
5. Asas pemisahan kekuasaan dan check and balances
Dengan adanya prinsip check and balances ini maka kekuasaan Negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara Negara atau pun lembaga-lembaga Negara yang bersangkutan dapat dicegah sebaik-baiknya.